Minggu, 24 November 2013
12 BONEKA TERKUTUK
1. Robert The Doll
Boneka ini sebelumnya dimiliki oleh
seorang painter Robert Eugene Otto dari pengasuhnya. Banyak gosip mengenai pengasuhnya
ini, ada yang mengatakan pengasuhnya ini mengalami hal2 yang tidak menyenangkan
dari orang tua Eugene, sehingga untuk membalas dendam ia memberikan boneka
terkutuk ini untuk Eugene. Tetapi Eugene menganggap pemberiannya ini sebagai
tanda cinta pengasuhnya, sehingga ia menamainya Robert dan memakaikan baju
kepadanya. Selama hidup Eugene, Robert selalu berada di sisinya (Seperti boneka
beruangnya Mr. Bean ). Sebulan setelah kedatangan Robert di rumah keluarga
Otto, gangguan mulai muncul. Barang2 suka hilang dan rusak, dan Eugene memiliki
kebiasaan yang aneh, sering keluar dari jendela kamarnya dan jalan2 di tengah
malam. Suatu ketika Eugene dipergoki keluarganya....tetapi ia menjawab
"Robert yang melakukannya"
Sekarang Robert bersemayam di Historic Custom House dan dipajang di display tertutup rapat. Ia masih mengenakan baju sailor suit Eugene dan memeluk teddy bear. Beberapa pengunjung menyimpan permen pepermint di depan displaynya dan sewaktu dikunjungi lagi hanya akan tersisa bungkusnya yang berserakan di sekitar robert
Sekarang Robert bersemayam di Historic Custom House dan dipajang di display tertutup rapat. Ia masih mengenakan baju sailor suit Eugene dan memeluk teddy bear. Beberapa pengunjung menyimpan permen pepermint di depan displaynya dan sewaktu dikunjungi lagi hanya akan tersisa bungkusnya yang berserakan di sekitar robert
2. Mandy the Doll
Perempuan yang mendonasikan Mandy, Mereanda, mengatakan kepada museum bahwa ia selalu bangun di tengah malam dan selalu mendengar bayi menangis di basement. Ketika diperiksa, ia menemukan bahwa jendela di dekat boneka terbuka, padahal sebelumnya jendela dalam keadaan tertutup. Setelah boneka tersebut didonasikan ke Museum, ia tidak pernah lagi diganggu oleh suara tersebut.
Mandy the Doll sekarang dipajang di
Quesnel Museum di Old Cariboo Gold Rush Trail, British Columbia. Mandy
didonasikan ke museum di 1991. Saat itu baju yang dikenakan sangat kotor,
badannya rusak dan kepalanya penuh dengan retakan. Saat di periksa, umur Mandy
bisa dibilang sangat tua yaitu 90 tahun.
Perempuan yang mendonasikan Mandy, Mereanda, mengatakan kepada museum bahwa ia selalu bangun di tengah malam dan selalu mendengar bayi menangis di basement. Ketika diperiksa, ia menemukan bahwa jendela di dekat boneka terbuka, padahal sebelumnya jendela dalam keadaan tertutup. Setelah boneka tersebut didonasikan ke Museum, ia tidak pernah lagi diganggu oleh suara tersebut.
Perempuan yang mendonasikan Mandy, Mereanda, mengatakan kepada museum bahwa ia selalu bangun di tengah malam dan selalu mendengar bayi menangis di basement. Ketika diperiksa, ia menemukan bahwa jendela di dekat boneka terbuka, padahal sebelumnya jendela dalam keadaan tertutup. Setelah boneka tersebut didonasikan ke Museum, ia tidak pernah lagi diganggu oleh suara tersebut.
3. The Devil's Baby Doll
Boneka dengan ukuran bayi asli ini
adalah boneka terseram yang dapat kita lihat. Dengan kulit berwarna merah an
bola mata kaca berwarna biru terang. Kelucuannya tertutupi oleh iblis yang
bersemayam di boneka tersebut. Boneka ini sangat tidak disarankan untuk
dijadikan maenan anak anda .
Aslinya diberikan sebagai hadiah untuk temannya yang telah meninggal. Tetapi boneka ini dapat bergerak sendiri dan sering terdengar raungan aneh dan bunyi2 aneh darinya.
Boneka dengan ukuran bayi asli ini
adalah boneka terseram yang dapat kita lihat. Dengan kulit berwarna merah an
bola mata kaca berwarna biru terang. Kelucuannya tertutupi oleh iblis yang
bersemayam di boneka tersebut. Boneka ini sangat tidak disarankan untuk
dijadikan maenan anak anda .
Aslinya diberikan sebagai hadiah untuk temannya yang telah meninggal. Tetapi boneka ini dapat bergerak sendiri dan sering terdengar raungan aneh dan bunyi2 aneh darinya.
Aslinya diberikan sebagai hadiah untuk temannya yang telah meninggal. Tetapi boneka ini dapat bergerak sendiri dan sering terdengar raungan aneh dan bunyi2 aneh darinya.
4. Annabele
Tahun 1970, seorang ibu berjalan ke
toko hoby dan membeli boneka Raggedy-Anne sebagai hadiah untuk anaknya. Lalu
mulailah kasus boneka hantu yang tidak biasa. Karena sifat Annabelle yang sangat
jahat, di tahun yang sama ia mengganggu dua orang perawat yang menyebabkan
dilakukan investigasi paranormal oleh gereja.
Sekarang ia dikunci didalam gelas kaca yang tertutup rapat di museum occult untuk mengurungnya.
Sekarang ia dikunci didalam gelas kaca yang tertutup rapat di museum occult untuk mengurungnya.
5. Haunted Doll Voodoo Zombie
Cerita ini dikirim oleh seorang
perempuan di Galveston, Texas yang membeli boneka Zombie Voodoo Doll yang asli
di bulan Oktober 2004. Boneka itu datang dan diikat di box metal. Menganggap
bahwa hal itu hanya hiasan, ia mengeluarkan peti mati kecil dan membukanya.
"Benar-benar kesalahan terbesar..." katanya dalam keadaan ketakutan.
Boneka terkutuk itu menyerangnya berkali2. Kekhawatiran nyawanya terancam, ia
mengambil tindakan menyimpannya kembali ke boxnya. tetapi boneka itu
menyerangnya dalam mimpinya. Akhirnya ia mangambil tindakan lain untuk
menghancurkannya, pertama ia membakarnya, tetapi boneka itu tetap utuh tidak
terbakar sedikitpun. Kemudian memotongnya dan kemudian menguburnya di kuburan.
Tetapi boneka itu tetap muncul di depan pintu rumahnya dengan penuh lumpur.
Ia mengatakan, ia juga pernah menjualnya kembali, tetapi semuanya tetap sama. Pembeli mengatakan bahwa bonekanya hilang dan ia menemukannya kembali di pintu depannya. Kejadian itu berulang sebanyak tiga kali. Akhirnya ia meminta bantuan pendeta untuk menguncinya di box silver dengan bacaan2 suci dan menyimpannya di atap rumahnya. Foto diatas diambil saat dibuka pertama kalinya sebelum ia mengetahui bahwa boneka tersebut boneka terkutuk.
6. Harold
Boneka ini diperkirakan dibuat tahun
1930 . Boneka ini dapat bergerak sendiri dan suara terdengar dari boneka
tersebut.
7. Pupa
Pemilik awalnya memiliki boneka ini
pada umur 5-6 tahun (1920-an) sampai ia meninggal di bulan July 2005. Boneka
ini luput dari kehancuran Perang Dunia kedua dan beberapa kecelakaan yang
menyebabkan boneka ini hancur. Boneka ini selalu dibawa oleh pemiliknya
kemanapun ia akan pergi, sama seperti Harold. Pupa dikatakan dapat bergerak
sendiri. Sering dilihat mendorong barang di sekitar tempat pajangan di rumah
pemiliknya. Sampai pemilik awalnya meninggal, pupa menjadi sangat aktif dan
seperti ingin dilepaskan dari tempatnya disimpan.
Boneka ini dikenakan pakaian baju biru. Ia sering dilaporkan mengganggu orang yang merawatinya. Sering pula Pupa berada di tempat yang berbeda daripada tempat terakhir ia dilihat. Ada kejadian keluarga tersebut mendengar seseorang mengetuk kaca saat mereka melewati kotak pajangan tempat Pupa disimpan. Ketika mereka melihatnya, mereka melihat bahwa tangan Pupa berada di kaca dan posisinya berbeda dari sebelumnya.
8. Allice
Allice tinggal bersama pemiliknya
Marie Ford di Washington. Boneka ini membisikan suara jika kamu mendekatkan
telingamu ke bibir boneka. Matanya akan mengikutimu saat kamu ada di ruangan
ini dan ekspresinya akan berubah jika ia tidak menyukaimu. "Boneka ini
milik keluargaku untuk beberapa tahun ini dan selalu disimpan di bok boneka
yang terkunci" kata Marie. "Nenekku mengatakan bahwa boneka itu
dirasuki oleh roh "teman dekat" Alice yang meninggal". "Aku
telah menangkap EVP darinya, dan kalimat yang sering diucapkan "I want to
be left alone to suffer"
9. Joliet The Haunted Cursed Dol
Joliet adalah boneka terkutuk dan
berhantu. Cerita mengatakan bahwa Joliet berasal dari 4 generasi sebelumnya,
dari sebuah keluarga. Anna G mengatakan bahwa boneka ini diturunkan dari ibu ke
anaknya dari sebuah keluarga. Dan setiap anak perempuan dikutuk untuk memiliki
2 anak, perempuan dan laki2 dan setiap anak laki2 akan meninggal dalam 3 hari.
Keluarga ini mempercayai bahwa anak2 ini dikutuk untuk menempati boneka ini
sampai hari penghakiman.
Joliet sering didengar menangis di tengah malam dengan suara beberapa bayi secara bersamaan. Sering pula didengar suara teriakan yang membuat merinding. "Boneka ini diberikan oleh teman nenek buyutku yang cemburu, ketika ia mengandung anak laki2. Sejak itu semua anak laki2 akan meninggal dalam waktu 3 hari setelah kelahiran. Setiap keluarga mencintai boneka itu dan merawatnya untuk anak2 yang telah meninggal hingga hari ini. Anakku akan melakukan hal yang sama jika ia sudah dewasa." kata pemiliknya.
"Kita tidak pernah untuk mengusirnya, karena kita mengetahui bahwa roh anak laki2 kami terperangkap didalamnya dan kami tidak ingin melukainya."
10. Katja
Namanya Katja, dibuat tahun 1730-an
oleh salah seorang selir Tsar .Ceritanya si selir hamil, dan seprti selir
kebanyakan, maunya punya anak cowok biar tambah disayang sang raja. Apa mau
dikata, yang lahir cewek. Udah gitu cacat pula mukanya. Karena masi jamannya
percaya takhyul, si bayi ga bedosa dibunuh dengan cara dibakar idup2.
Nah ini boneka konon dibuat dari abu si orok dicampur sama porselen dan keramik. Yang bikin si selir ntu, alias nyokapnya. Boneka ini katanya ada disimpan turun temurun di Russia, dan dijaga ketat. Soalnya konon si boneka bisa bawa kutuk, dari jabang bayi yang menderita dibakar api.
Rumor yg beredar:
Nah ini boneka konon dibuat dari abu si orok dicampur sama porselen dan keramik. Yang bikin si selir ntu, alias nyokapnya. Boneka ini katanya ada disimpan turun temurun di Russia, dan dijaga ketat. Soalnya konon si boneka bisa bawa kutuk, dari jabang bayi yang menderita dibakar api.
Rumor yg beredar:
Quote:
11. Okiku Doll
Awalnya boneka ini dibeli tahun 1918
oleh seorang pemuda bernama Eikichi Suzuki di sapporo, Di sana ia melihat
sebuah boneka cantik Jepang dengan Kimono. Boneka ini dibeli Eikichi untuk
adiknya yang berumur 2 tahun yang bernama Okiku, anak ini sangat menyenangi
boneka ini dan memainkannya setiap hari.
Tapi sayang, Okiku meninggal tak lama setelah itu karena demam. Kemudian pada saat pemakamannya, Keluarga ingin memasukkan boneka ke dalam peti mati-nya tapi entah mengapa mereka lupa. Keluarga gadis tersebut kemudian menempatkan boneka itu di altar rumah tangga dan berdoa untuk setiap hari dalam rangka memperingati Okiku. Namun beberapa waktu kemudian, mereka melihat rambut mulai tumbuh.Menurut cerita ini merupakan roh dari gadis itu yang berlindung di dalam boneka itu.
Akhirnya pada tahun 1938 keluarga Suzuki pindah ke shakalin, boneka okiku akhirnya dititipkan di kuil Mannenji di Hokkaido. Menurut pendeta di kuil itu, boneka tradisional jepang selalu berambut pendek, dia juga membenarkan kalau rambut boneka okiku terus memanjang, walaupun dipotong terus secara berkala, tapi rambutnya tumbuh terus. Menurut kuil, boneka tradisional awalnya memiliki rambut dipotong pendek, tapi seiring waktu terus bertambah panjang sekitar 25 sentimeter, hingga ke lutut boneka.Meskipun rambut boneka ini dipotong secara berkala , namun menurut cerita rambut tersebut tumbuh lagi. Bahkan seorang peneliti Jepang mengungkapkan bahwa dari hasil uji forensik rambut yang ditumbuhkan boneka ini sama persis dengan rambut pada anak usia 10 tahun.
Tapi sayang, Okiku meninggal tak lama setelah itu karena demam. Kemudian pada saat pemakamannya, Keluarga ingin memasukkan boneka ke dalam peti mati-nya tapi entah mengapa mereka lupa. Keluarga gadis tersebut kemudian menempatkan boneka itu di altar rumah tangga dan berdoa untuk setiap hari dalam rangka memperingati Okiku. Namun beberapa waktu kemudian, mereka melihat rambut mulai tumbuh.Menurut cerita ini merupakan roh dari gadis itu yang berlindung di dalam boneka itu.
Akhirnya pada tahun 1938 keluarga Suzuki pindah ke shakalin, boneka okiku akhirnya dititipkan di kuil Mannenji di Hokkaido. Menurut pendeta di kuil itu, boneka tradisional jepang selalu berambut pendek, dia juga membenarkan kalau rambut boneka okiku terus memanjang, walaupun dipotong terus secara berkala, tapi rambutnya tumbuh terus. Menurut kuil, boneka tradisional awalnya memiliki rambut dipotong pendek, tapi seiring waktu terus bertambah panjang sekitar 25 sentimeter, hingga ke lutut boneka.Meskipun rambut boneka ini dipotong secara berkala , namun menurut cerita rambut tersebut tumbuh lagi. Bahkan seorang peneliti Jepang mengungkapkan bahwa dari hasil uji forensik rambut yang ditumbuhkan boneka ini sama persis dengan rambut pada anak usia 10 tahun.
12. Jelangkung
Permainan mistik asli Indonesia dimana permainan
yang menggunakan boneka yang terbuat dari tempurung kelapa ini akan berusaha
memanggil makhluk gaib untuk masuk ke dalam boneka atau benda yang dibuat
menyerupai orang-orangan tersebut dengan mantra manjur “Jelangkung jelangsat,
di sini ada pesta, pesta kecil-kecilan. Jelangkung jelangsat, datang tidak
diundang, pergi tidak diantar”. Setelah mantera diucapkan maka jelangkung akan
bergerak dengan sendirinya
MAYAT-MAYAT INI TETAP UTUH MESKI SUDAH BELASAN TAHUN MENINGGAL
Seperti yang kita ketahui bahwa Tana Toraja terkenal akrab dengan kematian, tradisi yang melekat sejak animisme masih dianut. Salah satu kegiatan yang masih berlangsung sehubungan dengan itu adalah ma’nene, ziarah kubur dengan membersihkan dan mengganti pakaian para jasad. Wartawan Tempo, Irmawati, berkesempatan mengikuti warisan aluk todolo (adat orang dulu) ini di Desa Bululangkan, Kecamatan Rindingallo, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, September lalu.
Ada puluhan peti jenazah beraneka
usia berjejer di depan setiap patane atau rumah makam keluarga. Setelah tiga
tahun, baru peti-peti itu dikeluarkan. Wujudnya macam-macam. Ada yang polos,
ada yang berukir khas Toraja. Beberapa jasad dalam peti masih terbungkus
rapi, sebagian lainnya ada yang kotor berdebu. Nama-nama yang tercantum di
masing-masing kain sulit dibaca.
Di samping puluhan peti itu, terdapat bungkusan jenazah lain tanpa peti. Bentuknya seukuran tubuh manusia yang dibalut kain tebal. ”Nek Banaa tak suka dikasih peti,” kata Sarlota Sanda, putrinya.
Di patane sebelah, tiba-tiba
terdengar sorak-sorai. Keluarga yang sedang membuka peti mayat para leluhurnya
itu tampak kegirangan. Satu mumi laki-laki sedang dipegang dalam posisi
berdiri. Ia tampak utuh. Massa tubuhnya sedikit mengecil, meski tingginya bak
orang normal. Namanya: Bapak Esra Lumbaa. Menurut keluarga, ia wafat pada 1998.
Jeprat-jepret kamera langsung terjadi, baik dengan kamera saku, handycam, maupun telepon seluler. Beberapa orang minta difoto bersama mumi-mumi itu. Tak ada rasa takut. Ada yang menciumi mumi-mumi tersebut berulang-ulang.
Tapi, dalam hitungan menit, ekspresi kegirangan itu segera berganti. Tawa berubah menjadi tangisan. Lambat-laun tangisan saling bersambut hingga terdengar seolah berkejaran satu sama lain. Setelah senang melihat wujud jasad yang masih utuh, kali ini mereka mengutarakan rindu dan kesedihan mereka, sepeninggal orang-orang kesayangan itu ke alam baka. Suasananya seperti drama sebuah arisan berkala dengan mereka yang telah pergi selamanya.
’Arisan’ berkala itu adalah ma’nene atau upacara penggantian kain jenazah yang menjadi wujud rasa hormat kepada para leluhur, atau semacam ziarah kubur. Ma’nene, yang artinya menanam bunga, adalah warisan aluk todolo (adat orang dulu) saat masyarakat masih menganut kepercayaan animisme. Prosesi ini digelar setelah pesta rambu solo, upacara pemakaman yang sering juga disebut pesta kematian, dan sebelum rambu tu’ka atau pesta naik rumah Tongkonan—rumah asli Toraja dengan atap menyerupai perahu.
Kepada antropolog Toby Alice Volkman, yang menuliskannya dalam buku Feast of Honor, Ritual and Change in The Toraja Highlands, seorang warga Toraja mengatakan bahwa dalam tradisi ma’nene, mereka yang masih mempercayai tradisi aluk ini harus ikut serta, yang paling miskin sekalipun. Ia biasanya diadakan pada Agustus, setelah mereka yang mati dikuburkan dan sebelum musim tanam dimulai. Di sejumlah daerah upacara ini diadakan hanya lima atau sepuluh tahun sekali.
Kali ini penyelenggaranya adalah Desa Bululangkan, Kecamatan Rindingallo, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Toraja Utara adalah kabupaten baru, hasil pemisahan dari Kabupaten Tana Toraja. Beberapa kecamatan di Toraja Utara yang masih menggelar prosesi ini adalah Rindingallo, Ampang Batu, Kantun Poya, Baruppu, Awan, dan Sesean.
Desa Bululangkan berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Rantepao, pintu masuk wilayah Tana Toraja. Jarak ini jika kita menempuh jalur Tikala yang saat ini hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua. Jika bermobil, jalan yang harus dipilih adalah berputar melalui Lolai sehingga jaraknya lebih jauh dan medannya pun lebih berat karena kondisi jalan yang rusak. Di desa ini ma’nene disepakati digelar setiap tiga tahun.
Menurut Yunus Lumbaa, 53 tahun, tujuan prosesi ma’nene zaman dulu adalah menyembelih kerbau bagi mereka yang saat pemakaman belum melakukannya. Kini ma’nene tetap digelar, meski tujuannya lebih untuk mengingat leluhur dan menjaga silaturahmi keluarga. Apalagi ma’nene sering digunakan untuk ajang berkumpul mereka yang merantau.
Menumpang Toyota Avanza, Tempo dan tiga wartawan lain pada akhir Agustus lalu bergerak menuju Desa Bululangkan. Matahari sudah tampak, meski udara terasa dingin. Mobil mendaki dataran tinggi berbelok-belok, melalui banyak persimpangan dengan kondisi jalan yang hanya kadang-kadang mulus. Kontur daerahnya berbukit-bukit dengan vegetasi yang rapat. Udara sungguh segar. Kabut tebal menyelimuti meski waktu sudah menunjukkan lewat pukul tujuh pagi.
Setiba di Lembang (Desa) Bululangkan, suasana terasa sunyi. Tak banyak warga lalu-lalang di rumah-rumah seperti lazimnya permukiman. Menyusuri jalan menuju bukit, sebagian orang mulai tampak. Di sisi sebelah kiri jalan terdapat enam buah patane: satu dari kayu, lima lainnya dari bangunan beton. Di situ banyak warga desa berkumpul. Mereka mengeluarkan peti-peti jenazah dan jasad yang terbungkus kain tebal dari dalam makam. Tak ada yang terganggu oleh kedatangan orang asing atau turis di lokasi.
Sebagian warga sudah mulai membuka
lapisan-lapisan kain yang berisi jasad keluarga mereka. Tampak potongan tulang
dari bagian tubuh ataupun kepala. Sambil dibersihkan, sebagian ditebar dan
dijemur di bawah terik matahari pagi. Beberapa warga nongkrong, menikmati bekal
mereka. Kaum lelaki mengisap rokok dan meminum kopi hitam. Nyaris tak ada bau
apa pun dari jasad yang terbuka itu. Kalaupun ada yang tercium oleh hidung,
yang terasa menyengat adalah bau kemenyan dan kapur barus.
Sarlota Sanda, 54 tahun, hadir di situ dengan tiga saudaranya, Debora Tumba’ (56), Samaa Moli’ (52), dan Benyamin Bondo (40). Namun, tak seperti keluarga Lumbaa, keluarga Sarlota hanya membuka sebagian. Jasad kedua orang tua mereka, Moli Sesa’ dan Nek Banaa, dikeluarkan dari peti, kemudian dibuka sepertiga pada bagian atas saja, sehingga yang kelihatan hanya muka dan kepala.
Dari penglihatan Tempo, bagian kepala jasad Moli Sesa’ terlihat agak basah. Ada balutan perban. Semacam daun-daunan sirih dan tembakau yang agak halus memenuhi beberapa pancaindranya, seperti di bagian mulut, hidung, telinga, dan mata. Jasad istrinya, Nek Banaa, terlihat kering-keropos, berwarna cokelat tua, dan rapuh seperti kertas. Semasa hidup Moli Sesa’ bertani serta berdagang kerbau dan kopi. Kini diteruskan oleh Samaa, anak lelakinya.
Di patane sebelah, kini giliran ibunda mumi laki-laki tadi yang dibuka petinya. Namanya Mama Sara. Agar semua warga bisa melihat, mumi perempuan tua ini juga dipegang oleh keluarga dalam keadaan berdiri. Ia terlihat masih sangat utuh, bahkan hingga ke wajah. Drama itu pun terulang kembali, dari suasana gembira dan tertawa-tawa hingga ke tangisan menyayat yang dilakukan keras-keras.
Kepala Lembang Bululangkan, E Ungke Toding Allo, 40 tahun, mengatakan sorak-sorai itu terjadi karena keluarga gembira menemukan jasad yang masih utuh dan bisa dikenali. ”Kondisi jasad yang utuh itu kebanggaan bagi keluarga yang ditinggal,” katanya. Adapun suasana haru dan sedih yang menyusulnya adalah pertanda para keluarga mengenang kehidupan tubuh-tubuh yang mati itu kala masih bersama mereka.
Banyak cerita bisa diperoleh dari peti-peti itu. Misalnya warna kain pembungkus jasad: ada yang polos, bermotif, tapi yang dominan adalah warna merah polos. Dalam penggunaan kain, merah menempati status sosial tertinggi. Untuk bisa menggunakan kain merah polos, keluarga harus memotong minimal tujuh ekor kerbau saat upacara rambu solo atau upacara pemakaman.
Yunus Lumbaa memberi contoh. Saat orang tua Thomas Seba, 69 tahun, wafat pada 1960, keluarganya belum mampu sehingga hanya memotong seekor kerbau. Mereka tak berhak menggunakan kain merah sebagai pembungkus jasad. Baru pada 1981, ketika Thomas yang merantau ke Papua sudah punya uang, ia mengorbankan delapan ekor kerbau untuk orang tuanya. Dengan kata lain, jasad orang tuanya sudah berhak mengenakan kain merah polos. Kini aturan soal kain itu sudah tak terlampau ketat lagi karena jenis kain yang tampak sudah beraneka ragam: ada pakaian bekas, sarung, seprai, bahkan karung terigu.
Ada lagi cerita tentang ukurannya, yang berbeda-beda karena sesuai dengan bentuk tubuh orang yang wafat. Seperti jasad-jasad di patane milik keluarga Ajun Komisaris Polisi Simon Moli. Jumlahnya ada sebelas—enam jasad orang dewasa dan lima jasad anak-anak berbagai usia. Yang paling kecil berukuran seperti bantal guling kecil dengan panjang 40 sentimeter. Kata Ne’ Maria, 70 tahun, jasad terkecil itu adalah anaknya yang meninggal saat masih dalam kandungan, berusia 5 bulan. ”Saat itu saya keguguran,” katanya. Setiap ma’nene, jasad yang satu itu hanya dijemur tanpa pernah dibuka kain bungkusannya.
Sarlota Sanda, 54 tahun, hadir di situ dengan tiga saudaranya, Debora Tumba’ (56), Samaa Moli’ (52), dan Benyamin Bondo (40). Namun, tak seperti keluarga Lumbaa, keluarga Sarlota hanya membuka sebagian. Jasad kedua orang tua mereka, Moli Sesa’ dan Nek Banaa, dikeluarkan dari peti, kemudian dibuka sepertiga pada bagian atas saja, sehingga yang kelihatan hanya muka dan kepala.
Dari penglihatan Tempo, bagian kepala jasad Moli Sesa’ terlihat agak basah. Ada balutan perban. Semacam daun-daunan sirih dan tembakau yang agak halus memenuhi beberapa pancaindranya, seperti di bagian mulut, hidung, telinga, dan mata. Jasad istrinya, Nek Banaa, terlihat kering-keropos, berwarna cokelat tua, dan rapuh seperti kertas. Semasa hidup Moli Sesa’ bertani serta berdagang kerbau dan kopi. Kini diteruskan oleh Samaa, anak lelakinya.
Di patane sebelah, kini giliran ibunda mumi laki-laki tadi yang dibuka petinya. Namanya Mama Sara. Agar semua warga bisa melihat, mumi perempuan tua ini juga dipegang oleh keluarga dalam keadaan berdiri. Ia terlihat masih sangat utuh, bahkan hingga ke wajah. Drama itu pun terulang kembali, dari suasana gembira dan tertawa-tawa hingga ke tangisan menyayat yang dilakukan keras-keras.
Kepala Lembang Bululangkan, E Ungke Toding Allo, 40 tahun, mengatakan sorak-sorai itu terjadi karena keluarga gembira menemukan jasad yang masih utuh dan bisa dikenali. ”Kondisi jasad yang utuh itu kebanggaan bagi keluarga yang ditinggal,” katanya. Adapun suasana haru dan sedih yang menyusulnya adalah pertanda para keluarga mengenang kehidupan tubuh-tubuh yang mati itu kala masih bersama mereka.
Banyak cerita bisa diperoleh dari peti-peti itu. Misalnya warna kain pembungkus jasad: ada yang polos, bermotif, tapi yang dominan adalah warna merah polos. Dalam penggunaan kain, merah menempati status sosial tertinggi. Untuk bisa menggunakan kain merah polos, keluarga harus memotong minimal tujuh ekor kerbau saat upacara rambu solo atau upacara pemakaman.
Yunus Lumbaa memberi contoh. Saat orang tua Thomas Seba, 69 tahun, wafat pada 1960, keluarganya belum mampu sehingga hanya memotong seekor kerbau. Mereka tak berhak menggunakan kain merah sebagai pembungkus jasad. Baru pada 1981, ketika Thomas yang merantau ke Papua sudah punya uang, ia mengorbankan delapan ekor kerbau untuk orang tuanya. Dengan kata lain, jasad orang tuanya sudah berhak mengenakan kain merah polos. Kini aturan soal kain itu sudah tak terlampau ketat lagi karena jenis kain yang tampak sudah beraneka ragam: ada pakaian bekas, sarung, seprai, bahkan karung terigu.
Ada lagi cerita tentang ukurannya, yang berbeda-beda karena sesuai dengan bentuk tubuh orang yang wafat. Seperti jasad-jasad di patane milik keluarga Ajun Komisaris Polisi Simon Moli. Jumlahnya ada sebelas—enam jasad orang dewasa dan lima jasad anak-anak berbagai usia. Yang paling kecil berukuran seperti bantal guling kecil dengan panjang 40 sentimeter. Kata Ne’ Maria, 70 tahun, jasad terkecil itu adalah anaknya yang meninggal saat masih dalam kandungan, berusia 5 bulan. ”Saat itu saya keguguran,” katanya. Setiap ma’nene, jasad yang satu itu hanya dijemur tanpa pernah dibuka kain bungkusannya.
Di patane lain, tampak keluarga
memegang dengan gembira tiga jasad orang tua yang masih utuh, meski sudah wafat
lebih dari dua dasawarsa lalu. Salah satunya perempuan, terlihat dari rambutnya
yang panjang. Mumi tua ini bernama Nek Sombo Allo, yang meninggal di usia 80
tahun.
Setelah dibersihkan dan sedikit dijemur di bawah sinar matahari, bungkusan jasad-jasad itu kemudian dirapikan kembali. Kain-kain yang sudah kurang bagus dibuang dan kain yang masih bagus tetap dipakai, ditambah beberapa helai kain baru. Setelah rapi, sebagian kemudian diikat dengan tali rafia atau tali dari sobekan sarung bekas. Yang tidak diikat langsung dimasukkan kembali ke peti.
Setelah ”arisan” dengan jenazah itu rampung, berikutnya adalah ”arisan” dengan handai taulan. Ini biasa disebut ne pare lapuk atau acara bersyukur bersama menutup ma’nene. Ini digelar di Rante, lapangan khusus yang memiliki batu-batu menhir di sekelilingnya. Batu-batu ini konon simbol tokoh masyarakat kampung yang telah wafat. ”Semakin besar batu,” kata E Ungke Toding Allo, Kepala Lembang Bululangkan, ”semakin tinggi kedudukannya.”
Penutupan prosesi yang sedianya digelar pada Minggu ditunda karena hari itu adalah jadwal warga mengikuti kebaktian. Di sore hari, beberapa anak muda tampak bermain sepak takraw di lapangan Rante. Dekat dari situ terdapat rumah Tongkonan yang berusia ratusan tahun. Tongkonan ini sudah berlumut dan pada bagian atapnya sudah ditumbuhi tanaman pakis atau semacam benalu yang cukup lebat.
Para orang tua memanggil anak-anak agar membantu mereka membuat pa’piong, masakan dari daging babi yang dimasukkan ke bambu lalu dibakar—makanan wajib Mappakende. Anak-anak membantu mengangkat babi yang telah diikat dan memegang kakinya ketika badik menikam ternak itu tepat pada jantungnya. Darah yang mengalir ditampung di botol. Setelah itu, mereka berlarian menyiapkan kayu dan ranting bambu untuk membakar babi yang sudah disembelih tersebut.
Anak-anak perempuan lalu menyiapkan bumbu pa’piong, seperti daun bawang, bawang putih, cabai, merica, garam, dan daun-daunan setempat. Kurang dari 30 menit, bulu-bulu babi tadi bersih dilahap api dan babi itu tampak kaku dengan tubuh yang hitam gosong. Setelah dikeluarkan isi perutnya dan dipotong kecil-kecil, potongan-potongan itu kemudian dimasukkan ke beberapa batangan bambu berukuran setengah meter, lalu dibakar.
Keesokan harinya, pagi-pagi, warga terlihat mulai berdatangan ke Rante. Mereka menggelar tikar. Di atasnya mereka menata makanan yang akan disantap bersama. Acara akan dimulai pukul 08.00 Waktu Indonesia Tengah. Hadirin dari anak-anak hingga mereka yang berusia lanjut hadir. Salah satunya Nek Rande, tokoh masyarakat yang usianya lebih dari 100 tahun. Tampak juga beberapa tamu dari desa tetangga, seperti rombongan dari Lembang Punglu, Kecamatan Buntu Pepasa. Rombongan ini dipimpin Bapak Pore, 40 tahun.
Sempat terjadi diskusi pembagian daging; beberapa orang berpendapat daging dibagi rata untuk semua, ada pula yang berpendapat daging dibagi untuk mereka yang menyumbang saja. ”Ta bagi ratai to, ri ma sumbang,” kata Yunus Lumbaa. Kerbau dibeli seharga Rp 6,5 juta, sedangkan total sumbangan mencapai dua pertiganya. Penyumbang memberi dengan nilai nominal yang berbeda-beda, mulai Rp 40 ribu hingga Rp 2 juta—nilai nominal terbesar yang disumbang Thomas Seba. Kerbau yang dikorbankan dalam upacara penutupan ini tak boleh utangan. Mesti lunas.
Akhirnya disepakati daging kerbau dibagi rata untuk semua. Daging lantas dipotong-potong seukuran setengah sampai satu kilo, lalu ”plok!” dilemparkan ke hadapan masing-masing warga. Di tempat lain boleh jadi hal ini kurang sopan, tapi begitulah adat di Bululangkan.
Daging habis, yang tersisa tinggal kepala kerbau di tengah lapangan. Kini giliran kepala babi, bagi mereka yang membuat pa’piong, yang dikumpulkan. Totalnya 37 ekor. Semuanya kemudian dilelang dengan harga bervariasi, dari Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. Setelah semuanya terjual, dana yang terkumpul mencapai Rp 4,35 juta, yang disumbangkan untuk enam gereja di Bululangkan.
Sang pemandu acara, Yunus Lumbaa, sejenak beristirahat. Ia minum tuak nira dari batang bambu sebagai pengganti gelas. Setelah itu, ia kembali berdiri di tengah Rante dan berdialog. Kini ia menagih utang dan janji-janji warga yang belum diselesaikan. Hasil tagihan dan sumbangan, sebesar Rp 26 juta, dikumpulkan untuk pembangunan fasilitas umum desa.
Setelah dibersihkan dan sedikit dijemur di bawah sinar matahari, bungkusan jasad-jasad itu kemudian dirapikan kembali. Kain-kain yang sudah kurang bagus dibuang dan kain yang masih bagus tetap dipakai, ditambah beberapa helai kain baru. Setelah rapi, sebagian kemudian diikat dengan tali rafia atau tali dari sobekan sarung bekas. Yang tidak diikat langsung dimasukkan kembali ke peti.
Setelah ”arisan” dengan jenazah itu rampung, berikutnya adalah ”arisan” dengan handai taulan. Ini biasa disebut ne pare lapuk atau acara bersyukur bersama menutup ma’nene. Ini digelar di Rante, lapangan khusus yang memiliki batu-batu menhir di sekelilingnya. Batu-batu ini konon simbol tokoh masyarakat kampung yang telah wafat. ”Semakin besar batu,” kata E Ungke Toding Allo, Kepala Lembang Bululangkan, ”semakin tinggi kedudukannya.”
Penutupan prosesi yang sedianya digelar pada Minggu ditunda karena hari itu adalah jadwal warga mengikuti kebaktian. Di sore hari, beberapa anak muda tampak bermain sepak takraw di lapangan Rante. Dekat dari situ terdapat rumah Tongkonan yang berusia ratusan tahun. Tongkonan ini sudah berlumut dan pada bagian atapnya sudah ditumbuhi tanaman pakis atau semacam benalu yang cukup lebat.
Para orang tua memanggil anak-anak agar membantu mereka membuat pa’piong, masakan dari daging babi yang dimasukkan ke bambu lalu dibakar—makanan wajib Mappakende. Anak-anak membantu mengangkat babi yang telah diikat dan memegang kakinya ketika badik menikam ternak itu tepat pada jantungnya. Darah yang mengalir ditampung di botol. Setelah itu, mereka berlarian menyiapkan kayu dan ranting bambu untuk membakar babi yang sudah disembelih tersebut.
Anak-anak perempuan lalu menyiapkan bumbu pa’piong, seperti daun bawang, bawang putih, cabai, merica, garam, dan daun-daunan setempat. Kurang dari 30 menit, bulu-bulu babi tadi bersih dilahap api dan babi itu tampak kaku dengan tubuh yang hitam gosong. Setelah dikeluarkan isi perutnya dan dipotong kecil-kecil, potongan-potongan itu kemudian dimasukkan ke beberapa batangan bambu berukuran setengah meter, lalu dibakar.
Keesokan harinya, pagi-pagi, warga terlihat mulai berdatangan ke Rante. Mereka menggelar tikar. Di atasnya mereka menata makanan yang akan disantap bersama. Acara akan dimulai pukul 08.00 Waktu Indonesia Tengah. Hadirin dari anak-anak hingga mereka yang berusia lanjut hadir. Salah satunya Nek Rande, tokoh masyarakat yang usianya lebih dari 100 tahun. Tampak juga beberapa tamu dari desa tetangga, seperti rombongan dari Lembang Punglu, Kecamatan Buntu Pepasa. Rombongan ini dipimpin Bapak Pore, 40 tahun.
Sempat terjadi diskusi pembagian daging; beberapa orang berpendapat daging dibagi rata untuk semua, ada pula yang berpendapat daging dibagi untuk mereka yang menyumbang saja. ”Ta bagi ratai to, ri ma sumbang,” kata Yunus Lumbaa. Kerbau dibeli seharga Rp 6,5 juta, sedangkan total sumbangan mencapai dua pertiganya. Penyumbang memberi dengan nilai nominal yang berbeda-beda, mulai Rp 40 ribu hingga Rp 2 juta—nilai nominal terbesar yang disumbang Thomas Seba. Kerbau yang dikorbankan dalam upacara penutupan ini tak boleh utangan. Mesti lunas.
Akhirnya disepakati daging kerbau dibagi rata untuk semua. Daging lantas dipotong-potong seukuran setengah sampai satu kilo, lalu ”plok!” dilemparkan ke hadapan masing-masing warga. Di tempat lain boleh jadi hal ini kurang sopan, tapi begitulah adat di Bululangkan.
Daging habis, yang tersisa tinggal kepala kerbau di tengah lapangan. Kini giliran kepala babi, bagi mereka yang membuat pa’piong, yang dikumpulkan. Totalnya 37 ekor. Semuanya kemudian dilelang dengan harga bervariasi, dari Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. Setelah semuanya terjual, dana yang terkumpul mencapai Rp 4,35 juta, yang disumbangkan untuk enam gereja di Bululangkan.
Sang pemandu acara, Yunus Lumbaa, sejenak beristirahat. Ia minum tuak nira dari batang bambu sebagai pengganti gelas. Setelah itu, ia kembali berdiri di tengah Rante dan berdialog. Kini ia menagih utang dan janji-janji warga yang belum diselesaikan. Hasil tagihan dan sumbangan, sebesar Rp 26 juta, dikumpulkan untuk pembangunan fasilitas umum desa.
Thomas Seba, sebagai anak rantau
yang pulang dengan harta melimpah, lantas mengumumkan: ma’nene berikutnya akan
digelar pada 2012. Pengumuman ini dilanjutkan dengan kebaktian bersama yang
dipimpin seorang pendeta Bululangkan. Acara pun ditutup dengan makan bersama.
Warga membuka bekal masing-masing, yakni pa’piong dalam berbagai rupa—ada yang
bumbunya agak hitam, ada yang cokelat pucat, ada juga yang kekuningan. Tamu
seperti Pore mendapat pa’piong utuh, masih dalam batang bambunya. Jumlahnya
hingga 17 buah. ”Akan kami bawa pulang untuk dibagi-bagi kepada warga desa
kami,” katanya.
Setelah makan, ”arisan” pun ditutup dengan warga beramai-ramai berjalan menuju tanah lapang tepat di halaman gereja, sekitar 1 km dari Rante. Di situ, para pria dewasa, minimal 12 tahun, beradu kaki sebagai perlambang kejantanan dalam olahraga sisemba. Siapa pun yang ikut harus menanggung akibatnya sendiri bila terluka, patah, atau bahkan meninggal dunia. Sekitar seratusan orang terlibat. Dalam riuhnya gerak tubuh dan kaki mereka yang beradu, beberapa orang sempat hampir adu jotos meski kemudian dapat didamaikan. Dengan damai seluruh prosesi ”arisan” pun usai.
Setelah makan, ”arisan” pun ditutup dengan warga beramai-ramai berjalan menuju tanah lapang tepat di halaman gereja, sekitar 1 km dari Rante. Di situ, para pria dewasa, minimal 12 tahun, beradu kaki sebagai perlambang kejantanan dalam olahraga sisemba. Siapa pun yang ikut harus menanggung akibatnya sendiri bila terluka, patah, atau bahkan meninggal dunia. Sekitar seratusan orang terlibat. Dalam riuhnya gerak tubuh dan kaki mereka yang beradu, beberapa orang sempat hampir adu jotos meski kemudian dapat didamaikan. Dengan damai seluruh prosesi ”arisan” pun usai.
ARWAH GENTAYANGAN ARTIS TOP DUNIA YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
Pernahkah anda melihat sesosok hantu atau arwah
gentayangan? Pasti sangat menyeramkan kalau anda melihatnya sendiri secara
langsung. Menurut kepercayaan, arwah orang yang meninggal bisa kembali ke
dunia karena masih ada urusan yang belum tuntas. Percaya atau tidak? Berikut
adalah Cerita
tentang beberapa artis top dunia yang dikabarkan arwahnya bergentayangan
setelah meninggal :
1. Michael Jackson
Michael
Jackson yang meninggal pada 25 Juni 2009, dikabarkan Arwah King of Pop itu
menampakkan diri di koridor rumahnya yang dulu, di Neverland. Penampakan Jacko tertangkap
kamera stasiun berita CNN yang tengah melakukan reportase langsung (live) di
Neverland, bertajuk ‘Inside Neverland’.
Sosok bayangan tersebut bukan hanya diam di tembok, tapi juga berjalan di sepanjang koridor ruangan. Pergerakan bayangan tersebut sangat cepat, dari kiri ke kanan, sebelum akhirnya menghilang begitu saja.
2. James Dean
Sosok bayangan tersebut bukan hanya diam di tembok, tapi juga berjalan di sepanjang koridor ruangan. Pergerakan bayangan tersebut sangat cepat, dari kiri ke kanan, sebelum akhirnya menghilang begitu saja.
2. James Dean
James Dean meninggal di usia yang masih sangat muda, 24 tahun. Aktor berbakat ini tewas dalam kecelakaan lalu lintas ketika mengendarai Porsche, pada 30 September 1955. Setelah meninggal, Dean betah ‘menetap’ di lokasi dia menemui ajal yakni di rute sepanjang jalan California.
Salah satu saksi yang menjadi korban hantu Dean adalah ahli supranatural Monica Pearson. Wanita asal Bridgend, Inggris, itu dihantui selama 40 tahun. Dean akhirnya pergi meninggalkan Monica pada 2004, setelah Monica mengusirnya. Monica mengusir Dean karena suami Monica sering sakit-sakitan.
Walau hantu Dean kerap muncul, penampakannya tak pernah menakutkan. Kemunculan Dean dianggap Monica layaknya kunjungan untuk menemui keluarga. Monica yang kini berusia 65 tahun mengaku kali pertama melihat hantu Dean ketika berusia 12 tahun. Saat itu, Monica kecil sedang membaca buku di kamar tidur.
“Aku melihat ke arah jendela dan terbelalak melihat pria itu (Dean) menembus jendela. Rambutnya pirang, bermata biru dan tersenyum lebar. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Dia berjalan melalui tempat tidurku dan perlahan menembus dinding,” ujar Monica.
3. Jim Morrison
Jim
Morrison meninggal di Paris pada 1971. Namun, legenda rock itu kembali ke
rumahnya di Amerika Serikat dan muncul di klub malam Viper Room di Los Angeles.
Hal tersebut dituturkan musisi Otep Shamaya. “Aku sedang berada di Viper Room.
Di klub itu biasanya Jim dan band-nya, Doors, tampil. Tiba-tiba, lampu panggung
padam dan Jim muncul!
Kami menduga itu kerjaan usil penata cahaya. Tapi mereka membantah,” jelas Shamaya. Saat itu, Shamaya dan pengunjung klub menertawakan penampakan Jim karena dipikirnya itu bohongan saja. Namun, petugas penata cahaya meyakinkan bahwa itu benar-benar hantu.
“Bersamaan dengan itu, terdengar suara laki-laki dekat panggung. Kemudian terdengar lagu Roadhouse Blues milik Doors. Lagu itu diputar sebentar, lalu mati. Diputar lagi, mati lagi. Bisa dipastikan saat itu tak ada orang yang memutar lagu.
Kemudian terdengar suara, ‘Kamu kenal Jim Morrison’,” urai Shamaya. Setelah mendengar suara tersebut, Shamaya yakin itu benar-benar Jim Morrison. “Itu memang hantunya. Dia menghantui kami di sana,” kata Shamaya.
4. Marilyn Monroe
Kami menduga itu kerjaan usil penata cahaya. Tapi mereka membantah,” jelas Shamaya. Saat itu, Shamaya dan pengunjung klub menertawakan penampakan Jim karena dipikirnya itu bohongan saja. Namun, petugas penata cahaya meyakinkan bahwa itu benar-benar hantu.
“Bersamaan dengan itu, terdengar suara laki-laki dekat panggung. Kemudian terdengar lagu Roadhouse Blues milik Doors. Lagu itu diputar sebentar, lalu mati. Diputar lagi, mati lagi. Bisa dipastikan saat itu tak ada orang yang memutar lagu.
Kemudian terdengar suara, ‘Kamu kenal Jim Morrison’,” urai Shamaya. Setelah mendengar suara tersebut, Shamaya yakin itu benar-benar Jim Morrison. “Itu memang hantunya. Dia menghantui kami di sana,” kata Shamaya.
4. Marilyn Monroe
Artis cantik Marilyn Monroe yang dijadikan Ikon kecantikan abad 20 ini meninggal akibat Overdosis obat di rumahnya di Brentwood, California, pada 5 Agustus 1962. Setelah kematiannya dia kerap menampakan diri di dua tepat yaitu di lokasi pemakaman di Westwood Memorial Cemetery, Los Angeles, serta di Hollywood Roosevelt Hotel.
Menurut tamu hotel arwah Marilyn kerap menampakan diri di cermin yang pernah digunakannya di kamar hotel, kini cermin ini digantung di lobi hotel, dekat lift.
5. Elvis Presley
Elvis Presley ,Siapa yang tidak kenal dengan artis yang satu ini, Elvis adalah seorang penyanyi legendaris yang mendapatkan predikat sebagai ‘King of Rock 'n Roll’ dari para kritikus dan penggemarnya. Namun Elvis Presley tidak bisa melawan takdir dia meninggal pada Agustus 1977, yang usianya masih tergolong muda yaitu 42 tahun.
Tetapi setelah kematiannya dikabarkan dia masih kerap menampakan diri di di rumahnya di Memphis, Graceland. Menurut pengakuan pengunjung yang melihat penampakan Elvis, ia kerap gentayangan di seluruh rumahnya.
Yang membuat Bulu kudu merinding adalah pengakuan segelintir orang yang melihat pernikahan arwah Elvis dan Marilyn Monroe di kapel Graceland. Tidak hanya itu dia juga pernah menampakan diri di resepsi yang diadakan di Heartbreak Hotel, masih di kawasan Memphis. Penampakan Elvis juga sesekali muncul di Las Vegas Hilton
6. Heath Ledger
Heath Ledger meninggal pada
Januari 2008 karena overdosis obat. Orang yang sering dikunjungi arwah Pemeran Joker itu adalah mantan tunangannya, Michelle Williams.
Michelle mengatakan, hampir mati karena kaget ketika kali pertama melihat hantu Ledger datang. Saat itu, Michelle sedang tidur di malam hari dan terbangun oleh suara aneh. Dia menyaksikan beberapa perabot bergerak sendiri. Aktris berambut pirang itu juga melihat sosok bayangan yang diyakininya adalah Legder.
Pada kunjungan Ledger yang kedua, Michelle sudah tak begitu kaget. Dia mendengar suara Ledger berkata, “Maaf, aku tidak bisa menemanimu merawat Matilda”.
Sebelum Ledger meninggal, dia dan Michelle telah memiliki satu anak perempuan bernama Matilda.
Michelle mengatakan, hampir mati karena kaget ketika kali pertama melihat hantu Ledger datang. Saat itu, Michelle sedang tidur di malam hari dan terbangun oleh suara aneh. Dia menyaksikan beberapa perabot bergerak sendiri. Aktris berambut pirang itu juga melihat sosok bayangan yang diyakininya adalah Legder.
Pada kunjungan Ledger yang kedua, Michelle sudah tak begitu kaget. Dia mendengar suara Ledger berkata, “Maaf, aku tidak bisa menemanimu merawat Matilda”.
Sebelum Ledger meninggal, dia dan Michelle telah memiliki satu anak perempuan bernama Matilda.
Langganan:
Postingan (Atom)